Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Komite Olahraga Nasional Indonesia, melakukan intervensi terkait penyelenggaraan Kongres Pemilihan Ketua Umum PSSI di Bali pada 26 Maret mendatang. Menpora mendesak badan sepak bola tertinggi di Indonesia itu untuk mematuhi ketentuan yang berlaku.
Sebagaimana diberitakan, dari hasil verifikasi yang dilakukan Komite Pemilihan PSSI, Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie lolos menjadi kandidat ketua umum PSSI periode 2011-2015. Adapun Arifin Panigoro dan George Toisutta dinyatakan gugur.
Komite Pemilihan menggugurkan Arifin karena dia terlibat dalam Liga Primer Indonesia (LPI) yang dianggap ilegal oleh PSSI dan tidak aktif dalam sepak bola selama lima tahun. Adapun gugurnya Toisutta karena tidak aktif dalam sepak bola selama lima tahun.
Rupanya hasil verifikasi Komite Pemilihan tersebut mengundang reaksi Menpora. "Press conference ini dalam rangka merespons perkembangan terakhir kongres PSSI, dalam pencalonan ketua umum PSSI," kata Menpora Andi Mallarangeng, yang didampingi Ketua KONI Rita Subowo, dalam jumpa pers di Kantor Menpora, Senin (21/2/2011).
Politisi Partai Demokrat itu menyatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN), pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional. Menpora menyatakan, sesuai hasil Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang, Jawa Timur, tahun lalu, PSSI perlu segera melakukan reformasi dan restrukturisasi atas dasar usul, saran, dan kritik, serta harapan masyarakat dan mengambil langkah-langkah konkret sesuai aturan yang berlaku untuk mencapai prestasi yang diharapkan masyarakat.
"Kongres empat tahunan PSSI ini haruslah menjadi momentum untuk menjalankan reformasi dan restrukturisasi sesuai dengan rekomendasi KSN. Harapan kita semua bahwa Kongres PSSI bisa berjalan sesuai dengan semangat KSN tersebut dan aturan-aturan keolahragaan yang berlaku," ucap Andi.
Namun, menurut Menpora, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan ketentuan yang berlaku dalam organisasi olahraga, termasuk PSSI. Dikatakan Andi, syarat calon ketua umum berdasarkan ketentuan standar Statuta FIFA (they shall have already been active in football) dan Statuta PSSI (Pasal 35 Ayat 4) sendiri adalah telah aktif sekurang-kurangnya lima tahun dalam kegiatan sepak bola.
"Peraturan ini haruslah diartikan sebagaimana adanya dan tidak ditafsirkan dalam arti sempit, yaitu menjadi bagian dari kepengurusan PSSI selama lima tahun," tutur Andi.
"Kami, yaitu pemerintah dan KONI atau KOI, mendesak Komite Banding Pemilihan PSSI segera melakukan koreksi terhadap keputusan Komite Pemilihan Komite Eksekutif PSSI," kata Andi.
Lebih lanjut Andi juga meminta PSSI mematuhi pasal-pasal Anggaran Rumah Tangga (ART) Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Sistem Keolahragaan Nasional, Statuta FIFA, dan AFC Diciplinary Code. Pada Pasal 62 ART KOI, yang menyatakan AD/ART KOI, setiap anggota KOI harus memuat ketentuan yang menyatakan bahwa setiap anggota pengurus induk organisasi harus memenuhi beberapa persyaratan.
Persyaratan pertama adalah tidak pernah tersangkut perkara pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara. Untuk PSSI, semestinya berkaca pada Statuta FIFA Pasal 32 Ayat (4), yakni "... they shall have already been active in football, must not have been previously found guilty of a criminal offense...." Dalam bahasa Indonesia, kalimat ini berarti "... mereka telah aktif dalam kegiatan sepak bola dan tidak pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana...."
Persyaratan lain sebagaimana tercantum pada Pasal 68 (b) AFC Diciplinary Code "... ensure that no-one is involved in the management of clubs or the Member Association itself who is under prosecution for action unworthy of such a position (especially doping, corruption, forgery, etc.) or who has been convicted of a criminal offence in the past five years." Dalam Bahasa Indonesia, butir ini berarti "... memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang terkait dengan manajemen dari klub atau Anggota Asosiasi tersebut yang berada dalam penuntutan terkait kasus (doping, korupsi, dan penipuan, dll.) atau pernah dinyatakan bersalah di dalam tindak pidana dalam lima tahun terakhir."
Ketentuan lainnya terkait dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan. PP No 16/2007 Pasal 123 Ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal ketua umum induk organisasi cabang olahraga atau induk organisasi olahraga fungsional berhalangan tetap dan/atau menjalani pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, ketua umum induk organisasi wajib diganti melalui forum tertinggi organisasi sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga."
"PSSI telah nyata-nyata tidak menjalankan ketentuan tersebut. Karena itu, dengan ini pemerintah mengingatkan agar dalam kongres empat tahunan PSSI ini ketentuan ini dilaksanakan dengan meninjau ulang ketentuan tentang persyaratan dan penetapan calon ketua umum PSSI. Kami mendesak PSSI segera melakukan koreksi-koreksi dalam penyelenggaraan kongres empat tahunan ini sesuai dengan catatan-catatan yang telah disampaikan sehingga kongres empat tahunan PSSI yang akan datang benar-benar dilaksanakan sesuai dengan semangat dan rekomendasi KSN, peraturan perundang-undangan, serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku," papar Andi tegas.
"Catatan-catatan ini merupakan peringatan kepada PSSI untuk ditindaklanjuti. Bagaimanapun, PSSI tetaplah entitas olahraga Indonesia. Selama masih ada huruf I pada PSSI (Indonesia), maka PSSI juga tunduk pada peraturan perundang-undangan serta ketentuan organisasi olahraga yang berlaku di negeri ini," tuturnya melanjutkan.
Menpora kembali menegaskan, apabila peringatan ini tidak dilaksanakan, pemerintah bersama KONI/KOI akan menjalankan kewenangannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan Pasal 122, bentuk sanksi administratif dimaksud meliputi peringatan, teguran tertulis, pembekuan izin sementara, pencabutan izin, pencabutan keputusan atas pengangkatan atau penunjukan, atau pemberhentian; pengurangan, penundaan, atau penghentian penyaluran dana bantuan; dan/atau kegiatan keolahragaan yang bersangkutan tidak diakui," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar