Ternyata diskriminasi tidak hanya dialami oleh pemain sepakbola saja, wasit atau bahkan hakim garis pun mengalami hal yang sama. Sean Massey misalnya, satu-satunya hakim garis perempuan mengalami diskriminasi yang justru berasal dari kalangan non sepakbola.
Mendengar dua komentator televisi Sky Andy Gray dan Richard Keys, prihatin sekali rasanya. Dengan cuap-cuap yang tidak dipertanggungjawabkan, kedua sosok ternama di kalangan media Inggris itu merendahkan kapabilitas Sian Massey, asisten wasit 1 untuk Laga Liverpool kontra Wolverhampton beberapa waktu lalu.
Secara tidak langsung, diskriminasi sudah mereka tunjukkan. Keduanya seakan menegaskan jika sepakbola adalah olahraganya kaum Adam, dan semua yang bercokol didalamnya adalah mereka keturunan Adam, bukan Hawa.
Tapi, mereka lupa bahwa jika nilai dan inti utama dari sepakbola adalah mengenyahkan perbedaan dan menghilangkan batasan diskriminasi juga SARA (jika konteksnya Indonesia).
Sepakbola menurut saya adalah alat pemersatu, pembuat perdamaian dan semua hal positif. Lihat saja ketika Korea Utara dan Korea Selatan berduel di Piala Asia 2011 kemarin. Tidak terlihat adanya ketegangan meski negara asal mereka saling mengancam melakukan agresi militer.
Di Irak lebih hebat lagi, kaum Sunni, Syiah, Kurdi bersatu untuk mendukung timnas mereka di kancah sepakbola dunia. Ketegangan pun akhirnya lenyap dan digantikan dengan kegembiraan bersama. Sepakbola memang ajaib.
Tapi, jika ada sejumlah pihak yang berniat merusak kegembiraan ini, dengan membuat perkara, baik mengejek dengan nada rasis, menjalankan organisasi dengan bungkus politik, atau kekerasan yang tidak sama sekali bersumber pada kaidah fair-play, maka semuanya harus didepak.
Untuk nada bersikap ejekan, Andy Gray dan Richards Keys sudah meminta maaf dan dengan legawa mengundurkan diri karena sudah membuat kesalahan fatal.
Sementara dalam hal menjalankan organisasi sepakbola dengan bungkus politik, tidak kredibel, minim prestasi dan banyak korupsi, seperti yang sering dikabarkan di media massa, ada sosok di kancah sepakbola Indonesia yang tidak menyadari jika selama rezimnya berjalan, tidak ada satu pun kontribusi positif yang diberikan, namun menolak untuk mundur. Memprihatinkan.
Andy Gray dan Richard Keys mungkin sudah menyadari jika sepakbola adalah milik semua orang, termasuk kaum hawa. Tapi untuk sosok yang ini, yang dari Indonesia itu, sepertinya lupa jika sepakbola Indonesia bukan miliknya sendiri, sehingga dia bisa berbuat semena-mena terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar